Rekomendasi Kampus untuk Kuliah Jurusan Psikologi

Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku dan proses mental yang ada pada manusia. Karena ilmu tersebut sangat aplikatif dan sangat berkaitan dengan kehidupan kita sehari-hari, jurusan Psikologi saat ini menjadi jurusan yang cukup favorit. Lulusan Psikologi dapat bekerja di berbagai sektor, selama masih ada manusia, maka lulusan Psikologi pasti dibutuhkan. Di bidang industri, lulusan Psikologi biasanya ditempatkan di bidang SDM atau HRD. Lulusan Psikologi yang sudah memperoleh gelar Psikolog juga dapat membuka praktik layanan Psikologi sendiri, atau bekerja sebagai Psikolog di rumah sakit atau sekolah. Lulusan Psikologi juga sering menjadi pembicara pada bidang-bidang yang popular seperti parenting, motivasi, kecemasan, atau masalah-masalah individu-sosial. Kalaupun mau membuka usaha sendiri, ilmu Psikologi yang diperoleh dari perkuliahan juga dapat diaplikasikan dalam hal pemasaran misalnya. Karena fleksibilitas dan luasnya bidang kerja lulusan Psikologi, saat ini hampir semua universitas memiliki jurusan Psikologi.

Berikut ini akan saya berikan hal-hal apa saja yang harus kalian pertimbangkan untuk memilih kampus, dan kampus mana saja yang masuk kriteria tersebut.

Akreditasi A
Akreditasi A ini penting sekali karena ini artinya oleh kampus tersebut sudah diakui oleh Badan Akreditasi Nasional sebagai kampus yang unggul, baik dari sisi pengajarannya, kegiatan kemahasiswaanya, output penelitiannya, maupun fasilitasnya. Akreditasi A ini juga berguna ketika nanti lulusannya hendak mendaftar kerja atau beasiswa. Misalnya, ketika daftar CPNS, pendaftar diharuskan melampirkan sertifikat akreditasi universitas dan program studi. Saat ini ada 23 kampus yang memiliki jurusan Psikologi dengan akreditasi A, yang SK nya masih berlaku. Dari 23 universitas tersebut 7 berasal dari kampus negeri, sedangkan 16 sisanya dari kampus swasta. Dari 23 kampus tersebut seluruhnya juga memiliki akreditasi institusi A. Data ini diperoleh dari website BAN-PT per 15 Mei 2020, silakan cek sendiri di sini.

Biaya Kuliah
Tidak dapat dipungkiri, biaya kuliah juga harus menjadi pertimbangan untuk memilih kampus tujuan. Jika kalian adalah orang mampu dan tidak masalah dengan biaya kuliah, pertimbangan ini bisa diabaikan. Tapi jika kalian adalah orang dengan keterbatasan biaya, maka pertimbangan ini perlu. Dari sekian kampus yang memiliki prodi Psikologi dengan akreditasi A, tujuh kampus negeri itu tentu menjadi prioritas. Biaya kuliah di kampus negeri biasanya dengan sistem UKT (Uang Kuliah Tunggal), artinya per semester bayarnya segitu terus, tidak tergantung jumlah SKS yang diambil dan tidak ada biaya tambahan. UKT ditentukan bervariasi tergantung dari penghasilan orang tua. Sebagai gambaran, di UGM UKT berkisar antara Rp. 500.000 – Rp. 12.000.000. Jika penghasilan kedua orang tua antara 5-10 juta, maka akan kena UKT 5 yang besarnya 7 juta per semester. Untuk contoh kasus UGM bisa dilihat di sini.

Di kampus swasta biaya kuliah sangat bervariasi, dan biasanya dipukul rata untuk semua mahasiswa, tanpa memangdang penghasilan orang tua. Untuk melihat berapa biaya pastinya kalian harus cek ke website masing-masing universitas. Sebagai gambaran biaya kuliah di kampus swasta, di Binus Jakarta, biaya kuliah sebesar 17 juta/semester (lihat detail di sini). Di Ubaya Surabaya, biaya kuliah sebesar 18 juta/semester (lihat detail di sini). Di UII Yogyakarta, biaya kuliahnya sebesar 18 juta/semester (lihat detail disini). Di UMS Solo, biaya kuliah sebesar 6 juta/semester (lihat detail di sini). Di UMM Malang, biaya kuliah sebesar 5,3 juta/semester (lihat detail di sini). Itu hanyalah hitungan kasar untuk jurusan Psikologi, karena biaya sesungguhnya tergantung juga dari SKS yang diambil. Selain itu, masih ada biaya tambahan di luar itu, misal untuk sumbangan gedung, KKN, Skripsi, dll. Jadi untuk lebih detailnya, cek website masing-masing kampus.   

Kota dan biaya hidup

Kota dan biaya hidup juga patut menjadi pertimbangan dalam memilih kampus. Jika kalian adalah orang yang suka gaya hidup hedonis, tentu kampus-kampus di kota seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung menjadi pilihan yang tepat. Banyak mall, kafe, dan tempat-tempat wisata modern di kota tersebut. Di kota ini kalian juga akan beradaptasi dengan suasana kota besar, yang memiliki banyak jaringan ke perusahaan. Namun tentu saja, biaya hidup di kota tersebut juga mahal. Namun jika kalian lebih suka ketenangan atau wisata alam, kota Jogja dan Malang sangat saya rekomendasikan. Dua kota ini memiliki destinasi wisata alam yang indah dan biaya hidupnya jauh lebih murah dibanding kota-kota besar. Jogja dan Malang juga terkenal sebagai kota pelajar, jadi tempat nongkrong mahasiswa yang menyediakan wi-fi gratis sudah menjamur di dua kota ini. Di Jogja ada UGM, UII, USD, dan UAD yang memiliki jurusan Psikologi dengan akreditasi A. Sementara di Malang ada UMM yang memiliki Psikologi dengan akreditasi A.

Prestasi dan Reputasi

Jika pertimbangannya prestasi dan reputasi, tentu kampus-kampus negeri akan menjadi prioritas. Di Indonesia sterotype bahwa kampus negeri lebih baik daripada kampus swasta masih sangat kental. Jadi lulusan kampus negeri akan dianggap lebih kompeten dan mudah mencari kerja atau beasiswa nantinya. Namun hal ini bisa jadi kurang sepenuhnya tepat, lulusan kampus negeri unggul karena memang inputnya juga unggul. Lulusan kampus negeri mudah mencari kerja karena memang alumni kampus tersebut sudah menjadi pimpinan di berbagai perusahaan, dan kecenderungannya para pimpinan ini akan merekrut karyawan yang sealmamater. Jadi saya setuju kalau lulusan kampus negeri akan mendapat beberapa kemudahan nantinya setelah lulus, tapi kalau mengatakan kampus negeri lebih baik, coba pikirkan lagi.

Di sisi lain, 16 kampus swasta yang akreditasinya A tersebut juga sudah pasti memiliki perstasi, reputasi, dan fasilitas yang baik. Tapi semuanya memiliki kekhasan masing-masing. Misalnya. Psikologi di Binus banyak berfokus pada Psikologi Intervensi dan Kerekayasaan, terutama dalam dunia usaha atau industri. Sementara Psikologi UMM, UII, UMS, dan UAD fokus pada pengembangan Psikologi yang berlandas nilai-nilai Islam. Jadi kalian setidaknya perlu menyesuaikan minat kalian dan kepo ke website fakultasnya.



Jadi itu tadi pertimbangan untuk memilih kampus dengan jurusan Psikologi. Jadi kalau kalian tertarik untuk kuliah di jurusan Psikologi, 23 kampus dengan akreditasi A tadi bisa jadi tempat terbaik. Kalau kalian fanatik dengan kampus negeri, 7 kampus negeri di atas bisa jadi tempat yang baik. Tapi kalau kalian tidak terlalu fanatik dengan kampus negeri, ada 16 kampus swasta yang jadi alternatif. Setelah pertimbangan kualitas, tentu biaya kuliah dan kota tempat kuliah menjadi pertimbangan yang harus kalian pikirkan. Jika memang kondisi ekonomi terbatas namun menginginkan tempat kuliah yang bagus, kampus-kampus swasta di kota Jogja atau Malang jadi pilihan yang tepat.

Paragraf berikut ini mengandung iklan ya. Dari semua pertimbangan di atas, jurusan Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menjadi tempat yang saya rekomendasikan. Pertama, akreditasinya sudah A sejak dua periode sebelumnya, jadi sudah lama reputasinya baik. Kedua, biaya studinya relatif lebih murah dibanding kampus lain dengan reputasi dan peringkat yang setara. Ketiga, lokasinya di kota Malang, kota yang sejuk, memiliki destinasi wisata, dan biaya hidupnya murah. Keempat, fokus pada Psikologi terapan, sehingga mahasiswa tidak hanya belajar di kelas, tapi lebih banyak mengaplikasikan ilmunya di lapangan selama kuliah. Ini berguna banget untuk adaptasi ketika nanti sudah lulus dan mau bekerja. Kalau mau kepo tentang Fakultas Psikologi UMM, bisa meluncur ke website Fakultas Psikologi UMM di sini ya

Update Juli 2023
Per Juli 2023, akreditasi Fakultas Psikologi UMM sudah dinaikkan dari A menjadi UNGGUL. FYI, status UNGGUL adalah status tertinggi dalam sistem akreditasi nasional. Akreditasi unggul ini melengkapi akreditasi internasional dari AUN-QA dan FIBA

Alasan Mengapa Dosen Harus Ngeblog


Tugas dosen secara sempit adalah mengajar mahasiswa, namun pada hakikatnya tugas dosen lebih dari itu, yaitu menjalankan tri dharma perguruan tinggi: mengajar, meneliti, dan mengabdi. Dosen masa kini harusnya memiliki tugas lainnya, yaitu ngeblog. Mengapa harus menambah beban dosen? Bukankan tugas yang sekarang saja sudah keteteran mau ngerjainnya? Eh tunggu dulu, tugas ngeblog ini bukan menambah job desc baru bagi dosen, justru sarana mencapai tiga tugas utama tersebut. Kok bisa? Berikut adalah alasan mengapa dosen harus nulis di blog.

Menyebarkan ilmu pengetahuan
Dosen tentunya adalah ahli di bidang yang digelutinya. Ilmu yang diperolehnya pastinya banyak dan diperoleh dengan cara-cara ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Namun sayangnya, ada kesenjangan antara dunia akademisi dengan dunia nyata. Banyak temuan-temuan bermanfaat yang ditulis dosen dalam jurnal ilmiah, namun hanya berakhir di rak buku perpustakaan. Mengapa? Karena bahasa yang digunakan terlalu tinggi dan dipenuhi istilah teknis keilmuan yang sulit dipahami oleh orang awam. Sehingga ilmu yang bermanfaat tersebut justru tidak dimanfaatkan oleh orang awam. Artikel jurnal memang memiliki kaidah-kaidah penulisan yang harus ditaati agar menjadikan artikel tersebut kredibel.

Yang menjadi masalah saat ini adalah orang awam justru lebih percaya dengan ilmu common sense yang diutarakan oleh motivator atau influencer, padahal apa yang dikatakannya belum tentu benar. Sedangkan para ahli, justru sibuk berkutat dengan komunitas para ahli itu sendiri dan mengabaikan orang awam. Nah, salah satu cara untuk menyebarkan ilmu yang bermafaat tersebut agar bisa diterima oleh orang awam adalah dengan menulis blog. Dengan ngeblog dosen bisa mengubah bahasa yang kaku dan asing dalam artikel ilmiah menjadi bahasa yang popular dan mudah dicerna oleh orang awam. Menulis artikel popular di blog ini sekaligus menjadi sarana diseminasi hasil penelitian dosen lho.

Personal branding
Branding merupakan hal yang penting, bukan saja untuk kepentingan finansial, namun juga untuk menyebarkan ilmu pengetahuan tadi. Dengan menulis di blog, profil seorang dosen akan lebih mudah diketahui. Publik akan dengan mudah mengetahui pengalaman, keahlian, pemikiran, dan karya-karya dosen dengan melihat tulisan-tulisan di blog. Menulis di artikel ilmiah memang penting untuk meningkatkan personal branding dosen di kalangan akademisi, namun menulis blog akan meningkatkan personal branding di masyarakat awam. Branding yang baik akan membuka kesempatan yang lebih luas bagi dosen untuk dikenal masyarakat dan diundang dalam kegiatan-kegiatan tertentu sesuai bidangnya. Bayangkan, jika Anda adalah peneliti tentang perkembangan anak yang sudah meneliti perkembangan anak selama puluhan tahun. Ketika ada seminar dengan tema perkembangan anak, panitia tidak tahu siapa ahli di bidang tersebut, dan akhirnya mengundang artis yang memiliki anak kecil untuk menjadi pembicara. Bukan hal yang salah, namun jika profil Anda bisa ditemukan di Google, panitia pasti juga tidak akan ragu mengundang Anda untuk menyampaikan informasi yang lebih akurat. Dosen haruslah bisa menjadi “artis” di bidang yang dikuasainya.

Meningkatkan reputasi kampus
Dosen dan kampus dimana dia bekerja itu bagaikan orang dan pakaiannya, tidak akan bisa dipisahkan dan akan saling mempengaruhi. Baik-buruknya penampilan orang, tergantung dari pakaian yang dikenakannya. Itulah kenapa reputasi dosen sangat menentukan reputasi kampus. Khususnya bagi dosen di kampus swasta, reputasi baik itu adalah sesuatu yang harus diusahakan karena hidup mereka bergantung dari mahasiswa yang mendaftar. Kalau reputasi dosen baik, reputasi kampus akan baik, dan mahasiswa yang mendaftar akan banyak. Mengusahakan reputasi baik itu bisa dibantu dengan ngeblog. Menulis di blog juga akan meningkatkan SEO kampus Anda. Jadi kalau misal Anda dosen Psikologi, kemudian ada anak SMA sedang mencari informasi tentang kampus yang menyediakan jurusan Psikologi, maka ketika mencari di Google, nama Anda dan kampus Anda akan muncul di halaman atas pencarian. Menulis blog di domain yang sudah disediakan kampus juga dapat meningkatkan rangking kampus di pemeringkatan Webometrics.

Menambah penghasilan
Tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua dosen merasakan kesejahteraan yang layak dengan gaji yang mereka terima. Dosen di perguruan tinggi kecil, apalagi di kampus swasta, biasanya harus hidup pas-pasan dengan gaji yang diterima. Oleh karena itu, dosen biasanya mencari pekerjaan sampingan agar kebutuhan hidupnya bisa tercukupi. Salah satu cara yang bisa ditempuh agar menghasilkan pundi-pundi tambahan adalah ngeblog. Blog yang baik biasanya akan sering dikunjungi orang, dan hal itu membuka peluang untuk memasang iklan di blog tersebut. Sebagai gambaran, blog saya di www.semestapsikometrika.com saat ini saya daftarkan ke Google AdSense dan tiap bulan setidaknya menghasilkan passive income sekitar 300 ribu Rupiah. Tidak terlalu besar memang, tapi kalau dikelola dengan lebih serius, bukan tidak mungkin penghasilannya bisa lebih tinggi, seperti para blogger professional yang bisa dapat puluhan jutaan Rupiah/bulan.  

Sarana pembelajaran
Blog dosen juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran bagi mahasiswa. Dosen biasanya butuh media untuk mengunggah materi, mengumpulkan tugas, atau sekedar membuat pengumuman bagi mahasiswanya. Dosen bisa memanfaatkan blognya untuk kepentingan tersebut. Blog juga bisa dijadikan media untuk diskusi secara online atau membantu ketika pembelajaran harus dilaksanakan secara online.

Alasan-alasan di atas sebenarnya tidak hanya bisa dicapai dengan ngeblog. Di era yang serba instan seperti sekarang ini, mungkin ada beberapa tipe orang yang malas membaca. Dosen bisa menyesuaikan diri untuk mengubah format tulisan di blog menjadi video. Youtube bisa menjadi platform yang membantu hal tersebut. Jelas ya, ngebolog atau ngevlog itu juga sebagai sarana untuk menjalankan jobdesc ya, mengajar, mendiseminasikan hasil penelitian, dan menyebarkan ilmu pengetahuan bagi khalayak umum. Jadi ngeblog atau ngevlog nya para dosen itu bukan hanya mengisi waktu luang ya, justru harus diluangkan waktunya karena memang manfaatnya cukup besar, baik bagi diri sendiri maupun bagi instansi.

Alasan Mengapa Harus Kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Berhubung sedang musim Penerimaan Mahasiswa Baru, mohon izin untuk berpartisipasi mempromosikan kampus saya ya. Sekilas dulu tentang Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Jadi UMM merupakan perguruan tinggi swasta terakreditasi "A" yang didirikan tahun 1964. UMM memiliki tiga kampus, dan berpusat di kampus III terpadu, di Jalan Raya Tlogomas 246 Kota Malang, Jawa Timur. UMM merupakan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) yang terbesar di Jawa Timur dan salah satu Perguruan Tinggi Swasta terbaik di Indonesia. Tulisan ini mejelaskan mengapa kalian, para calon mahasiswa, tidak perlu ragu untuk memilih Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sebagai tempat kuliah.

Lingkungan nyaman di Kota Malang
Kota Malang merupakan salah satu kota pelajar yang geliatnya cukup progresif. Selain biaya hidup yang relatif murah, perbedaan kota ini dibanding kota lainnya adalah suasananya yang nyaman dengan hawa yang relatif lebih dingin. Kampus UMM sendiri lokasinya berada di wilayah perbatasan Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu. Jadi kalau mau rekreasi kemana-mana juga dekat. Bentangan alamnya indah, gunung dan bukit banyak, pantai ada, air terjunnya buuanyak sekali. Wisata hedonnya juga banyak, Mall ada, warung kopi sudah menjamur, area taman hiburan seperti Jatim Park yang menyajikan wisata modern juga ada. Jadi kalau harus menghabiskan waktu empat tahun buat kuliah, lebih enak kan kalau kuliahnya di kota yang sejuk dan memiliki banyak tempat wisata.
Pemandangan Masjid UMM dengan latar Gunung Arjuno

Memiliki banyak prestasi
UMM memiliki banyak prestasi juga lho. UMM sudah menjadi peraih Anugerah Kampus Unggul (AKU) Jawa Timur sejak tahun 2008. Artinya selama 12 tahun terakhir, UMM diakui LLDIKTI sebagai kampus swasta terbaik di Jawa Timur. UMM masuk 50 Perguruan Tinggi terbaik versi DIKTI dan ranking 7 Perguruan Tinggi Swasta Terbaik di Indonesia versi Globe Asia Magazine. UMM juga mempelopori penerapan review proposal dan hasil penelitian secara online yang sekarang diadopsi Dikti. Di bidang pengabdian, praktikum mahasiswa UMM juga berhasil mengubah kampung kumuh di Malang menjadi kampung wisata yang instagramable, yaitu Kampung Warna-warni Jodipan.
Kampung warna-warni Jodipan karya mahasiswa UMM
Kampung warna-warni Jodipan karya mahasiswa UMM

Biaya kuliah lebih murah dibanding kampus lain dengan peringkat setara
Ini serius, dibanding universitas swasta lain yang peringkatnya setara di Jawa Timur, biaya kuliah di UMM jauh lebih murah. Kalian bisa bandingkan dengan melihat dengan melihat di brosur masing-masing universitas. Untuk UMM biaya kuliah dapat dilihat di sini http://pmb.umm.ac.id/id/pages/home/biaya.html. Biaya ini juga tidak kalah lebih murah dibanding kuliah di kampus negeri. Mengapa uang kuliah di UMM bisa lebih murah? Karena UMM tidak hanya bergantung dari SPP mahasiswa saja untuk operasionalnya, tetapi UMM memiliki beberapa unit usaha yang bisa jadi sumber pemasukan. Unit usaha ini sekaligus menjadi laboratorium terapan mahasiswa untuk magang dan belajar langsung. Beberapa unit usaha yang dimiliki UMM diantara adalah SPBU UMM, Rumah Sakit UMM, Hotel Kapal Garden, Hotel Rayz, Taman Rekreasi Sengkaling, Sengkaling Kuliner, UMM Press, Bengkel Rinjani UMM, UMM Bookstore, UMM Dome, Apartemen Sang Surya, dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) UMM.
Hotel Kapal Garden, salah satu unit usaha UMM

Tidak hanya pintar, tapi juga…
Mahasiswa tidak hanya didik untuk menjadi orang pintar di UMM, tetapi lebih dari itu. Moto UMM adalah “student today, leader tomorrow”, jadi mahasiswa disiapkan untuk menjadi pemimpin di bidangnya di masa depan. Banyak kegaiatan kemahasiswaan di UMM ini yang bisa memfasilitasi mahasiswa untuk belajar berorganisasi atau mengembangkan minat-bakatnya.  Sejak 2010, UMM juga bermitra dengan organisasi Uni Eropa (UE) memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk mendapatkan beasiswa pertukaran Erasmus+ dengan sejumlah kampus di Eropa, sehingga mahasiswa mampu merasakan atmosfer internasional. Pengembangan karakter mahasiswa juga menjadi aspek yang menjadi fokus UMM, salah satunya dengan Program Pembentukan Kepribadian dan Kepemimpinan (P2KK) yang diberikan kepada seluruh mahasiswa. P2KK ini seperti pesantren kilat, mahasiswa dikarantina, namun dengan model pembelajaran yang lebih kreatif.
Program pengembangan karakter dengan P2KK

Kampus Indah dan Fasilitas Lengkap
Kampus UMM memiliki nama panjang lain, yaitu Universitas Munggah-Mudun (Universitas Naik-Turun) karena kontur kampus UMM memang naik turun. Tapi dengan kontur seperti ini menjadikan pemandangan kampus jadi indah. Fasilitas di kampus juga terbilang lengkap, tempat nongkrong banyak, wifi kenceng, laboratorium lengkap. Hanya saja memang beberapa mahasiswa sering mengeluhkan dengan kondisi di GKB I, 2, 3 yang ruang kelasnya masih belum pakai AC. Meskipun ga pakai AC, tetep ga panas kok, kan Malang bukan seperti Surabaya. Kalau di Fakultas Psikologi sih kuliahnya di GKB 4 yang udah full AC. Urusan tempat tinggal, kosan udah banyak di sekitar kampus. Bahkan kalau orang tua cukup protektif, UMM juga memiliki asrama mahasiswa yang bisa disewa untuk mahasiswa yang berasal dari luar daerah.  
Penampakan GKB I dan Danau UMM

Dosen Muda dan Berjiwa Melayani
Tiga tahun terakhir ini UMM melakukan rekrutmen dosen besar-besaran, sehingga komposisi dosen muda di kampus ini cukup banyak. Di Fakultas Psikologi misalnya, kita memiliki 38 dosen tetap dan 40% diantaranya masih berusia di bawah 35 tahun. Dosen muda ini umumnya kreatif, enerjik, idealis, dan lebih bersahabat dengan mahasiswa. Dosen di kampus swasta seperti UMM juga berbeda dengan di kampus negeri. Kalau di negeri, dosen pada umumnya memiliki banyak proyek di luar kampus dan selalu “dikejar-kejar” mahasiswa, di UMM dosen mendedikasikan dirinya penuh untuk kebutuhan mahasiswa. Ya namanya kampus swasta, kalau dosennya ga perform dan mahasiswanya ga puas, ga dapat duit lah kita, beda dengan kampus negeri.
Proses pembelajaran di UMM
  
Itu tadi beberapa alasan mengapa kalian harus mantap memilih UMM sebagai tempat kuliah kalian. Dan bagi kalian yang tertarik kuliah di Psikologi, kelebihan lainnya adalah kalian akan bertemu dengan saya, eh. Kelebihan lain kuliah di Psikologi UMM itu kuliahnya lebih aplikatif, tidak hanya sebatas text book. Jadi akan banyak praktikum yang mengharuskan kalian turun langsung ke masyarakat atau ke instansi-instansi yang sudah bekerja sama dengan UMM. Untuk tahun ini juga dibuka kelas internasional lho di Fakultas Psikologi. Jadi langsung cus, daftar di http://pmb.umm.ac.id/
Sumber gambar: umm.ac.id


Pengalaman Mendaftar Beasiswa Stipendium Hungaricum (Part 2): Seleksi dari Universitas Tujuan


Pengumuman Hasil Nominasi Beasiswa Stipendium Hungaricum

Tulisan ini merupakan lanjutan cerita sebelumnya tentang persiapan dan seleksi administrasi. Tanggal 16 Maret saya menerima email dari Tempus Public Foundation yang mengabarkan bahwa
sending parter, yakni Dikti telah merekomendasikan saya, dan saya boleh lanjut ke tahap seleksi selanjutnya, yaitu proses seleksi dari Universitas tujuan. Untuk teknisnya, semua akan dihandle oleh masing-masing universitas, jadi nanti pihak universitas yang akan menghubungi kita langsung.

Pertama saya dihubungi oleh University of Szeged, kampus pilihan kedua saya. Mereka mengabarkan bahwa mereka sudah menerima semua berkas saya dan akan melakukan seleksi teknis terhadap berkas tersebut. Tiga hari kemudian, mereka menghubuni kembali dan mengabarkan bahwa semua berkas telah memenuhi syarat dan akan dilanjutkan proses wawancara via Skype. Panitia admission hanya memberi tahu saya siapa pewawancara saya (Prof. Tibor Vidakovics) beserta alamat emailnya, dan meminta saya untuk menghubungi sendiri beliau untuk menentukan jadwal wawancara. Sayapun langsung mengontak Prof. Vidakovics dan beliau langsung membalas dengan memberikan jadwal wawancaranya, yakni dua minggu lagi. Sayapun langsung menyanggupi. Tiga hari kemudian, saya mendapat email dari panitia admission di Eotvos Lorand University (ELTE), kampus pilihan pertama saya. Intinya sama, mereka melakukan seleksi dokumen dan kemudian menentukan jadwal wawancara Skype yang dijadwalkan sehari setelah wawancara dengan University of Szeged.

Jadi saya memiliki waktu 10 hari untuk mempersiapkan diri menghadapi wawancara. Berbagai usaha langsung saya lakukan untuk menyiapkan wawancara ini. Ini adalah wawancara Skype pertama selama hidup, jadi agak gugup. Saya takut ga bisa ngomong dengan lancar, bahkan parahnya takut ga bisa mendengar dengan baik apa yang mereka tanyakan. Saya cari di Google dan list semua pertanyaan yang mungkin ditanyakan saat wawancara Skype. Sayapun menyiapkan jawabannya dan membuat contekan di kertas. Contekan jawaban saya cetak dan saya tempel di dekat laptop, jadi kalau lupa-lupa bisa dilirik saat wawancara. Saya juga rajin melakukan roleplay wawancara via Skype dengan istri. Saya juga mulai tanya-tanya ke beberapa orang yang sedang studi di Hungaria tentang pertanyaan yang sering muncul. Tips dari mereka semuanya sama, persiapkan saja dengan santai. Tapi tetap saja saya ga bisa santai. Selain karena bahasa Inggris yang pas-pasan, saya juga tidak pede dengan kedalaman topik riset saya.

Wawancara pertama dengan Prof. Vidakovics dari University of Szeged dimulai. Wawancara dilaksanakan jam 15.30 WIB. Karena di rumah koneksi internet tidak stabil dan ada bocil, saya pergi ke kampus untuk wawancara tersebut. Jam 15.25 saya chat Prof. Vidakovics di Skype dan mengabarkan bahwa saya sudah siap. Tepat pukul 15.30 beliau menghubungi saya, seketika pikiran saya langsung blank. Bismillah. Beliau membuka dengan sangat santai, “I hope this will be a friendly interview”, katanya. Dan memang, selama wawancara beliau sangat ramah, jauh sekali dengan dugaan awal saya. Beliau memuji atas capaian saya yang telah memiliki banyak publikasi meskipun masih muda. Pertanyaannya hanya seputar riset saya, tidak sekompleks yang ada di Google. Beberapa pertanyaan yang saya ingat: Apa rahasia bisa publikasi banyak? Impact penelitian ini apa? Mengapa meneliti remaja-dewasa, bukan anak-anak? Metode penelitianmu? Mengapa menjadikan universitas ini pilihan kedua? Terakhir, beliau menutup dengan kesan yang membuat hati berbunga-bunga. Beliau mengatakan, “Riset kamu menarik dan universitas kita lebih baik di bidang riset kamu dibanding kampus pilihan pertamamu. Saya harap kamu memilih kami”. Wawancaranya sangat singkat, hanya 13 menit.

Interview kedua dari ELTE berlangsung sehari setelahnya. Interview dilaksanakan jam 21.30 WIB. Karena kampus sudah tutup dan saya ga mau ambil resiko dengan interview di rumah, maka akhirnya malam itu saya memutuskan untuk nginep di hotel Kapal Garden, itung-itung memakmurkan unit bisnis kampus sendiri lah. Kebetulan juga sorenya harus ada ngajar kelas online, jadi sekalian. Jam 21.30 tepat saya chat pantia admission mengabarkan bahwa saya sudah siap, tapi tidak direspon. Sepuluh menit kemudian mereka menghubungi saya, ternyata ada empat orang di situ. Saya tidak tahu mereka siapa, tapi setelah interview saya baru tahu bahwa mereka adalah Dekan, ketua-ketua program, dan coordinator admission. Eksepektasi wawancara yang berlangsung 30 menit sesuai informasi di email ternyata lagi-lagi salah, wawancara berlangsung sangat singkat, hanya sekitar 12 menit saja. Dekan membuka dengan ramah, dia juga mengapresiasi publikasi saya. Pertanyaan yang saya ingat saat itu: Mengapa mengambil PhD di ELTE? Apakah risetmu visible untuk dilakukan? Metode penelitianmu? Bagaimana kamu akan mengambil sampel yang sangat banyak tersebut? Ceritakan tentang Computer Adaptive testing yang ingin kamu teliti ini! Pertanyaan terakhir ini yang bagi saya agak aneh, saya ga tahu ini pertanyaan ujian atau memang mereka yang tidak tahu. Tapi akhirnya wawancara selesai dengan kesan netral, tidak seperti wawancara hari sebelumnya.

Akhirnya proses wawancara dari kedua universitas sudah selesai. Secara umum proses wawancara ini jauh lebih santai dibandingkan dugaan saya. Saya sempat merekam omongan saya sendiri, dan setelah saya evaluasi memang banyak grammatical error dan pemilihan kata yang kurang tepat dalam omongan saya. Tapi setidaknya saya bisa menyampaikannya dengan lancar. Hal yang saya takutkan juga tidak terjadi, saya takut tidak bisa memahami mereka ngomong apa. Ternyata ketika berbicara langsung, saya bisa paham dengan mudahnya. Sekarang tinggal menunggu saja hasilnya. Bismillah. Semoga akan ada tulisan ketiga tentang perjalanan beasiswa ini nanti yang berisi tentang pengumuman akhir dan pengurusan visa ke Hungaria. Aamiin.

Update: part 3



Pengalaman Mendaftar Beasiswa Stipendium Hungaricum (Part 1): Seleksi Administrasi dan Proses Nominasi


Buat yang belum tahu beasiswa Stipendium Hungaricum, jadi beasiswa ini adalah beasiswa penuh dari pemerintah Hungaria untuk kuliah S1, S2, atau S3 di negara tersebut. Buat yang belum tahu dimana Hungaria itu, intinya Hungaria itu ada di tengah Eropa, jadi deket kalau mau kemana-mana keliling Eropa.  Beasiswa ini dikelola oleh Tempus Public Foundation dan diperuntukan bagi negara-negara yang telah menjalin kerjasama bilateral dengan pemerintah Hungaria, termasuk salah satunya Indonesia. Di Indonesia, beasiswa ini dikelola oleh Kemeristekdikti (sekarang berarti Kemendikbud-Dikti) yang bertugas sebagai sending partner program.  

Meskipun namanya beasiswa penuh, tapi jangan berekspektasi akan mendapat fasilitas yang “wah” seperti beasiswa LPDP. Untuk tiket pesawat kita masih harus tanggung sendiri. Beasiswa ini juga tidak menyediakan dana untuk buku, penelitian, atau konferensi internasional seperti beasiswa LPDP. Bagi mahasiswa master, Living allowance yang diberikan untuk biaya hidup selama sebulan juga sifatnya bantuan. Tapi meskipun begitu, ada beberapa keuntungan yang bisa didapat seperti biaya kuliah gratis, akomodasi gratis di dorm universitas, biaya hidup bulanan, dan asuransi kesehatan. Biaya hidup di Hungaria juga terkenal murah jika dibanding negara-negara lain di Eropa, setara dengan biaya hidup di Jakarta lah. Tulisan ini akan bercerita tentang pengalaman saya dalam menyiapkan dan apply beasiswa Stipendium Hungaricum ini.

Saya mendengar nama beasiswa ini ketika mengikuti talent scouting yang diadakan oleh Dikti. Di acara tersebut saya mendapat bocoran bahwa ada beasiswa kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Hungaria yang masih jarang diketahui publik. Kelebihannya, beasiswa ini tidak mensyaratkan IELTS atau TOEFL IBT saat mendaftar. Kita juga tidak perlu mendaftar ke universitas yang dituju karena jika lolos seleksi administrasi beasiswa ini kita otomatis akan diikutkan seleksi di Universitas yang dituju. Sebagai orang yang tidak punya skor IELTS, saya langsung menyiapkan diri untuk mendaftar beasiswa ini. Secara umum proses seleksinya adalah sebagai berikut: seleksi teknis administratif oleh Tempus, seleksi oleh Dikti, seleksi oleh universitas tujuan, keputusan akhir memperoleh beasiswa. Untuk timeline tahun 2020 bisa dilihat di gambar di bawah.
Timeline Beasiswa Stipendium Hungaricum

Untuk mendaftar, masuk ke halaman https://apply.stipendiumhungaricum.hu, lalu masukkan citizenship Indonesia dan cari program yang diinginkan. Ada beberapa dokumen yang harus disiapkan, seperti paspor, Ijazah S1 dan S2 (dan terjemahannya), Transkrip nilai S1 dan S2 (dan terjemahannya), surat rekomendasi dari dua orang supervisor kita, sertifikat kemampuan Bahasa Inggris (boleh menyusul), surat keterangan sehat (boleh menyusul), motivation letter, research plan, dan khusus untuk PhD mulai tahun ini wajib untuk melampirkan surat pernyataan kesediaan dari calon supervisor. Ada beberapa syarat khusus yang diminta universitas, seperti universitas tempat saya mendaftar diminta untuk melampirkan CV, list publikasi, dan reference work. Selain itu, karena beasiswa ini di Indonesia dikelola oleh Dikti, maka Dikti juga menambahkan syarat yakni NIDN dan surat izin dari pimpinan universitas. Semua berkas tersebut diunggah di halaman aplikasi online, dan juga dikirim email ke Dikti.

Untuk ijazah dan transkrip, saya cukup menggunakan yang dari universitas. Kebetulan di UGM setiap ijazah dan transkrip yang diperoleh, kita bisa meminta salinannya dalam Bahasa Inggrisnya juga, jadi tidak perlu menerjemahkan lagi. Untuk sertifikat Bahasa Inggris, saya hanya melampirkan skor TOEFL ITP karena memang belum punya skor IELTS atau TOEFL IBT. Untuk surat keterangan sehat, saya meminta dari rumah sakit swasta dekat kontrakan. Yang diminta adalah surat keterangan bebas AIDS dan Hepatitis A, B, C. Setelah mendapatkan hasilnya, saya langsung terjemahkan sendiri, dan kembali ke RS untuk meminta stempel lembar terjemahannya. Tapi ternyata hasil dari RS tersebut hanya surat bebas AIDS dan Hepatitis B saja. Oleh karena itu, saya melengkapi aplikasi saya dengan pernyataan missing document yang intinya berjanji akan melengkapi kekurangan tersebut nanti. Karena sertfikat Bahasa dan surat keterangan sehat ini memang sifatnya boleh menyusul, jadi saya tidak terlalu ambil pusing dua dokumen ini.  

Untuk surat rekomendasi, saya meminta dari pembimbing tesis saya dan juga dekan Fakultas Psikologi UMM sebagai atasan saya saat ini. Prosesnya juga cukup lancar. Untuk meminta rekomendasi dari pembimbing tesis (Prof. Saifuddin Azwar), saya menyempatkan waktu untuk pulang ke Jogja. Agak gimana aja gitu kalau minta sama orang tua tapi minta dikirim email. Sebelum ke Jogja saya sudah diminta membuat draf rekomendasinya, baru saat ketemu, beliau merevisi dan menambahkan beberapa hal. Prof. Azwar sangat suportif dan banyak memberikan insight baru untuk aplikasi saya. Untuk surat rekomendasi yang kedua, prosesnya juga kurang lebih sama. Saya diminta untuk membuat drafnya terlebih dahulu, baru dikoreksi dan ditandatangani.        

Dokumen lainnya yang harus dilengkapi adalah motivation letter, research plan, dan surat kesediaan calon supervisor. Untuk memulai, saya buka website Hungarian Doctoral Council di www.doktori.hu, di situ sudah ada informasi yang sangat lengkap tentang program serta topik riset yang ditawarkan. Saya langsung mencari untuk Psikologi dan menemukan Eotvos Lorand University (ELTE) sebagai universitas yang menyediakan program PhD di Psikologi. Saya lihat satu per satu topik riset yang ditawarkan oleh masing-masing professor di sana dan langsung tertarik dengan topik riset yang ditawarkan oleh Kristof Kovacs yang ingin meneliti tentang pengukuran kemampuan kognitif karena sesuai dengan bidang saya di Psikometri. Saya baca beberapa artikelnya yang luar biasa berani, dia mengajukan penolakan terhadap konsep g factor dalam inteligensi yang sudah mapan di Psikologi dan mengajukan teori baru yakni Process Overlap Theory (POT). Sayapun langsung Menyusun draf research plan berdasarkan topik tersebut. Meskipun masih sangat kasar, saya memberanikan diri menghubungi Dr. Kovacs dan melampirkan CV serta draf research plan saya tadi. Tanpa diduga, beliau sangat responsif dan langsung menyatakan tertarik untuk menjadi supervisor saya. Sayapun tanpa basa-basi langsung meminta surat kesediaan secara tertulis dan beliau menyanggupinya.

Untuk aplikasi beasiswa Stipendium Hungaricum ini kita bisa memilih dua program yang berbeda, baik dari universitas yang sama atau berbeda. Untuk peilihan kedua, saya memilih program Doctoral of Education di University of Szeged. Alasannya tentu saja karena di sana ada ahlinya yang berkaitan dengan riset yang akan saya lakukan. Saya menemukan profil Prof.   Gyöngyvér Molnár yang risetnya banyak berkutat dengan kemampuan penalaran dan Computer Based Test. Tanpa basa-basi saya langsung menerapkan strategi pertama tadi untuk mengubungi Prof. Molnar. Kali ini, jalannya agak sedikit berliku. Beliau menyatakan tertarik, tapi ada beberapa hal yang perlu diubah. Beliau lalu mengirimkan dua jurnal ke saya untuk dijadikan referensi dalam Menyusun research plan. Setelah satu minggu saya berkutat untuk merevisi research plan saya, saya kembali mengubungi beliau. Kali ini beliau malah mengirim artikel yang lain. Saya pun kembali merevisi artikel saya. Sampai akhirnya beliau berkata, “masih ada beberapa hal yang perlu kita diskusikan, tapi secara garis besar saya OK dengan idenya”. Mendapat kode keras ini, sayapun tanpa basa-basi langsung meminta surat kesediaan menjadi supervior dan beliau langsung menyanggupinya.

Masukan dari Prof. Molar ini sangat berharga untuk menyempurnakan research plan saya. Saya kemudian juga membuat motivation letter, tentu juga berkaitan dengan research plan saya. Poin-poin yang harus tertulis di motivation letter sudah ada di website, jadi kita tinggal menuliskan saja point-point tersebut. Berhubung saya tidak terlalu mahir dalam berbahasa Inggris, saya cukup terbantu dengan bantuan Grammarly untuk menyiapkan research plan dan motivation letter saya, meskipun rasa bahasanya jadi berbeda. Dan tentu saja, grammatical error itu tetap saja masih ada meski sudah pakai Grammarly. Dikarenakan untuk mendaftar di ELTE ada syarat khusus yaitu reference work, saya melampirkan dua artikel saya. Yang satu sudah terpublikasi di jurnal internasional dan satunya baru draf publikasi. Kedua artikel yang saya pilih adalah artikel yang topiknya dekat dengan research plan saya.

Setelah semua berkas siap, saya kirimkan ke Dikti melalui email. Dikti meminta semua berkas dikirim satu bulan sebelum deadline, dan untungnya semua berkas sudah siap. Dan dua minggu sebelum deadline, saya juga sudah submit di aplikasi online. Setelah ini, tinggal menunggu hasil seleksi tahap pertama. Untuk proses seleksi selanjutnya, akan saya ceritakan di tulisan berikutnya.

Yang Harus Dipastikan Sebelum Memutuskan Menjadi Menjadi Pengajar Muda Indonesia Mengajar


Beberapa orang yang saya temui, terutama mahasiswa, ketika ditanya tentang Indonesia Mengajar yang ada dalam benak mereka adalah “kereeen”. Para sarjana terbaik yang mau pergi jauh ke pelosok negeri untuk mengabdi menjadi guru selama setahun dan melepas peluang emas berkarir dengan gaji yang lebih tinggi, katanya. Tapi apakah benar seperti itu? Berikut saya ceritakan dari perspektif saya sebagai mantan Pengajar Muda.

Pengajar Muda, sebutan bagi guru yang diberangkatkan oleh Indonesia Mengajar ke pelosok negeri, merupakan sebuah pekerjaan. Pengajar Muda bukanlah relawan, meskipun jiwa kerelawanan harus ada pada Pengajar Muda. Ada profesionalitas di dalamnya, ada target yang harus dicapai, ada tugas yang harus diselesaikan, dan ada hak yang akan diperoleh. Jadi kalau menganggap Pengajar Muda itu keren, wajar saja, sama seperti kita menganggap pemadam kebakaran, polisi, tantara, dokter, dan pekerjaan lainnya itu keren. Kalau menganggap Pengajar Muda itu mulia juga wajar, sama seperti kita menganggap guru itu mulia. Jadi hanya karena mereka dari kota dan pergi jauh ke pelosok negeri bukan berarti mereka lebih keren dan lebih mulia dari pekerjaan lainnya. Semua pekerjaan itu memiliki sisi heroiknya masing-masing.

Kalau kata Pak Anies, “Menjadi Pengajar Muda itu bukan pengorbanan, tapi kehormatan”. Faktanya, memang tidak semua Pengajar Muda mengorbankan banyak hal untuk pergi jauh ke pelosok negeri. Tidak semua Pengajar Muda ditempatkan di daerah terpencil yang susah sinyal atau listriknya sering mati. Tidak semua Pengajar Muda itu urusannya hanya mengajar anak SD. Saya misalnya, saya tidak merasa tidak ada yang saya korbankan ketika memutuskan untuk menjadi Pengajar Muda. Saat itu, sesaat sebelum tes kesehatan (tahapan akhir seleksi Pengajar Muda), saya mendapat offering kontrak untuk bekerja di salah satu perusahaan multinasional dengan gaji yang lumayan. Tapi bukan pilihan sulit bagi saya untuk menolak tawaran tersebut, karena saya tahu tujuan jangka panjang saya adalah ingin menjadi dosen, dan menjadi Pengajar Muda lebih mendekatkan saya pada tujuan saya. Saya juga tidak ditempatkan di daerah yang terpencil-terpencil amat, di desa saya masih ada sinyal internet, listrik stabil, ke kota juga hanya berjarak dua jam. Pekerjaan saya juga lebih banyak berkutat dengan relawan dan pejabat Pendidikan di kota daripada mengajar anak SD di desa. Jadi kalau ada Pengajar Muda yang mau diangkat kisahnya ke media, sudah pasti saya tidak terpilih.   

Menjadi Pengajar Muda adalah proyek jangka Panjang bagi dunia pendidikan di Indonesia, namun merupakan proyek jangka pendek bagi Pengajar Muda itu sendiri. Indonesia Mengajar mengirim Penagajar Muda di satu daerah selama lima tahun, dan selama lima tahun itu diharapkan seluruh elemen yang terlibat dalam pendidikan daerah sudah mampu mandiri dan meneruskan pekerjaan pendidikan. Tapi bagi satu individu Pengajar Muda, dia hanya boleh berangkat selama setahun. Mereka tidak akan terlibat selamanya. Menjadi Pengajar Muda itu sebuah proyek jangka pendek, kamu tidak bisa meniti karir sebagai Pengajar Muda. Kamu tidak bisa menghidupi keluargamu dengan menjadi Pengajar Muda. Kamu juga tidak akan bisa tinggal selamanya di daerah tersebut, kecuali kalau kamu menikah dengan warga lokal.

Karena menjadi Pengajar Muda adalah proyek jangka pendek, maka jangan sampai proyek jangka pendek ini hanya berhenti sampai selesai masa penugasan. Pastikan bahwa proyek jangka pendek ini adalah investasi untuk proyek jangka Panjang, dimana pengalaman selama menjadi Pengajar Muda ini memiliki impact bagi masa depan kalian. Citra soeorang Pengajar Muda memang keren, itu cukup membatu kalian untuk personal branding di masa depan. Tapi tentu saja, kita tidak bisa survive hanya dengan citra tersebut, dan belum tentu juga citra ini akan terus positif di masa depan. Skill dan jejaring itu adalah investasi utama yang jauh lebih berharga.

Jadi bagi kalian yang masih tertarik untuk menjadi Pengajar Muda, ada beberapa hal yang harus kalian pastikan di diri kalian sendiri.
1.  Zero expectation. Ini penting banget, jangan berharap banyak hal. Jangan berharap daerah penempatanmu sangat tertinggal dan kamu bisa berkontribusi memajukannya. Jangan berharap kamu akan mendapat gaji besar karena ditempatkan di dearah terpencil. Jangan berharap kamu akan menjumpai anak-anak dan warga desa yang so sweet yang akan menyanjungmu dan merindukanmu ketika kamu pulang. Jangan. Bisa jadi ekspektasimu kelewatan karena hanya melihat iklan selama ini.
2.    Understanding yourself. Pastikan kamu tahu tujuanmu menjadi Pengajar Muda dan apa yang akan kamu lakukan setelahnya. Menjadi Pengajar Muda itu hanya setahun, jadi kamu tidak bisa berkarir di situ. Kamu harus memastikan bahwa menjadi Pengajar Muda mampu memfasilitasi tujuan jangka panjangmu. Jika memang masih belum yakin, setidaknya yakinkan dirimu bahwa ini adalah passionmu dan waktu satu tahun ini cukup bagimu untuk mengenal dirimu sendiri dan apa yang kamu inginkan.
3.   Pastikan semesta mendukung keputusanmu. Meskipun hanya setahun, menjadi Pengajar Muda tetaplah keputusan besar karena kamu akan pergi jauh. Pastikan orang-orang sekitarmu mendukung dan merestuimu. Bicarakan rencanamu pada orang tuamu, sudara, pacar, atau calon istri/suami. Libatkan mereka dalam rencana jangka panjangmu karena pada akhirnya kamu akan kembali kepada mereka nantinya.
4.  It’s not about us, it about them. Sebaik apapun kamu merencakan ini untuk dirimu sendiri, pada akhirnya menjadi Pengajar Muda adalah soal mereka di daerah. Pastikan, “memberi” itu adalah passion kalian. Sebanyak-banyak kamu memberi, sebanyak itu pula yang kamu akan dapatkan. Jadi bekerjalah sepenuh hati, karena apapun yang diberikan dengan hati akan diterima dengan hati.
5.  Kalau niatnya mau berkontribusi bagi dunia pendidikan di daerah, menjadi Pengajar Muda bukan satu-satunya jalan kok. Apapun pekerjaan yang kita pilih, selalu ada jalan untuk berbuat baik. Dengan berkerja di perusahaan besar dan mendapat gaji besar misalnya, kamu bisa menjadi relawan pendidikan dan pergi ke daerah-daerah dengan ikut kegiatan seperti kelas inspirasi atau Ruang Berbagi Ilmu.
Bersama Pak Anies Baswedan saat Orientasi Pasca Penugasan



Perjalanan Menjadi Pengajar Muda Indonesia Mengajar



Cerita ini sudah sangat lama, enam tahun yang lalu, jadi pasti detail ceritanya saya sudah banyak yang lupa. Tapi berhubung sampai sekarang masih banyak yang bertanya tentang tips, tricks, dan pengalaman untuk menjadi Pengajar Muda Indonesia Mengajar, jadi saya coba tuliskan ulang apa yang masih saya ingat.

Kalau ada yang belum tahu tentang Indonesia Mengajar, jadi Indonesia Mengajar (IM) itu adalah gerakan sosial pendidikan yang misinya mengirimkan guru ke daerah-daerah terpencil untuk menjadi agen perubahan. Guru yang dikirim ke daerah tersebut disebut sebagai Pengajar Muda. Mereka adalah lulusan sarjana (katanya terbaik) dari berbagai universitas (biasanya universitas terkenal) yang akan ditempatkan sebagai guru SD di pelosok selama setahun. Meskipun brandingnya seolah-olah mereka datang sebagai pahlawan yang mau mengubah keadaan di daerah, namun kenyataannya tidak sebaik itu kok. Justru satu tahun itulah masa training bagi Pengajar Muda untuk belajar lebih banyak tentang realita kehidupan. Mereka juga datang ke daerah bukan sebagai relawan, tapi mereka bekerja dengan digaji oleh yayasan, ya meskipun tidak sebesar gaji di perusahaan multinasional.

Proses pertama untuk menjadi Pengajar Muda tentu saja adalah seleksi. Saat itu seingat saya ada sekitar 8.000 pendaftar dan yang diterima hanya 52. Seleksi pertama adalah seleksi administrasi. Tapi jangan dianggap remeh, seleksi ini sangat menentukan, terutama dalam menulis esai untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di form aplikasi online. Pertanyaan-pertanyaan itu sama seperti pertanyaan wawancara Behavioral Event Interview (BEI), yang tiap pertanyaannya mengukur satu dimensi kepemimpinan tertentu. Beberapa pertanyaan yang saya ingat: ceritakan tentang kegagalan terbesar kamu! Pertanyaan tersebut mengukur resiliensi kita, seberapa tangguh kita ketika dihadapkan pada situasi yang kurang enak. Asumsinya, jika di masa lalu kamu memiliki resiliensi yang baik, maka jika nanti jadi Pengajar Muda kamu juga akan memiliki resiliensi yang baik. Untuk menjawab satu pertanyaan itu, komponen STAR (Situation, Task, Action, Result) harus terpenuhi. Jadi kita harus bisa menjelaskan situasinya, apa yang kita lakukan dalam mengatasi situasi tersebut, dan bagaimana hasilnya.

Tahap selanjutnya adalah Direct Assessment (DA). Yang lolos DA kalau ga salah sekitar 200-an dari seluruh pendaftar. DA dilaksanakan di beberapa kota, saya ambil di Yogyakarta. Di tahap ini, kita akan diases dengan psikotes, micro teaching, LGD, dan wawancara. Psikotesnya standar, tes kepribadian saja. Micro teaching itu simulasi mengajar yang materinya udah ditentukan, tapi ada kondisi tidak terduga nanti, misal tiba-tiba ada yang kencing di kelas. Muridnya adalah peserta seleksi yang lain, jadi santai saja. Kuncinya hanya have fun dan tetap tenang, jangan emosi. Di sesi LGD kita dikasih kasus, lalu diminta merumuskan solusi atas kasus tersebut dengan diskusi kelompok tanpa pemimpin. Kuncinya, ngomong yang sistematis, logis, dan solutif, jangan kebanyakan dan jangan pasif. Wawancara menurut saya adalah yang paling menentukan. Wawancara ini menggali esai yang sudah kita tulis di tahap seleksi administrasi. Jadi kalau kamu menuliskan hal yang sebenarnya tidak kamu lakukan di esai sebelumnya, maka interviewer akan bisa mengetahuinya. Kuncinya, tenang saja, ceritakan pengalamanmu dengan sistematis dan jujur.

Tahap selanjutnya adalah pengumuman untuk Medical Check Up (MCU). Pengumumannya tidak serentak, jadi ada yang duluan ada yang belakangan. IM memiliki orang-orang prioritas, kalau orang prioritas tidak bersedia melanjutkan, maka orang-orang cadangan akan dipanggil. MCUnya lengkap, semua diperiksa, urin, darah, detak jantung. Setelah hasilnya keluar dan dinyatakan sehat, maka kita akan dikirim surat tawaran kontrak melalui email. Di situ dijelaskan kewajiban dan haknya, dan diminta mengirim balik setelah ditandatangani. Setelah itu tinggal menunggu info selanjutnya untuk trainingnya.

Jaman saya dulu training dilaksanakan selama 8 minggu. Kita dikarantina di wisma Indosat Purwakarta, dekat waduk jatiluhur. Selama training, kita tidurnya di barak, yang satu ruangan isinya bisa 30 orang. HP akan disita dan hanya boleh dikasih hari Minggu. Listrik hanya dibatasi sampai jam 10 malam dan ada beberapa hari dengan menu seadanya, misal hanya nasi dan jengkol. Selama training kita diajarkan materi pedagogi dan kepemimpinan, serta cara bertahan hidup di lingkungan ekstrem. Jadi salah satu komponen pelatihannya adalah survival di gunung selama 3 hari. Acara survival sendiri dipandu oleh Wanadri. Selamat 8 minggu kalian akan didoktrin pada hal-hal positif dan meninggalkan hal-hal negatif. Kalian akan didoktrin pada pencapaian tujuan dibanding menyelesaikan masalah. Intinya 8 minggu ini berkesan banget lah dan pasti ada aja deh yang cinlok.

Setelah pelatihan 8 minggu, kita diberangkatkan ke daerah. Saya mendapat lokasi di Banggai, Sulawesi Tengah. Tempat yang sangat indah, laut dan gunung semuanya ada. Tugas Pengajar Muda sebenarnya tidak hanya menjadi guru SD, tapi juga mengembangkan ekstrakurikuler, advokasi Pendidikan di desa, kecamatan, dan kabupaten, serta menjejaringkan relawan Pendidikan di daerah dengan relawan Pendidikan di pusat. Di masa penempatan inilah realita dimulai, menjadi Pengajar Muda tidak seindah dan seideal ketika kita ada di pelatihan. Apa yang direncanakan 80% tidak bisa dilaksanakan karena keadaan. Tantangan tidak hanya soal geografis, tapi juga tantangan sosial. Meskipun di luar, kamu dibranding seolah-olah seperti pahlawan pendidikan, namun kenyataannya kamu akan merasa kecil karena kontribusimu ternyata tidak seberapa dibanding pahlawan pendidikan lainnya yang kamu temui di daerah. Misalnya, kamu akan bertemu guru honorer yang tetap bekerja dengan penuh dedikasi meskipun digaji hanya 300 ribu per bulan. Tapi kamu juga akan bertemu banyak orang brengsek yang memanfaatkan jabatannya demi keuntungan pribadi. Jadi kalau dibilang, masa training yang sesungguhnya bagi para Pengajar Muda ya masa satu tahun di penempatan ini.

Menjadi Pengajar Muda itu memang kelihatan keren, tapi kenyataannya ya tidak sekeran itu kok. Pengajar Muda tidak melulu lulusan terbaik bangsa yang rela melepas kemapanan hidup di kota untuk menjadi guru di pelosok selama setahun. Pengajar Muda juga bukan orang yang hanya memikirkan kepentingan Pendidikan di daerah tanpa mempedulikan kepentingan dirinya. Saya contohnya, lulusan biasa saja yang menjadi Pengajar Muda sesaat setelah lulus kuliah, jadi tidak ada yang saya korbankan saat itu. Justru saya mendapat banyak, mendapat ilmu dan gaji. Dengan menjadi Pengajar Muda pulalah peluang untuk mendapatan beasiswa S2 semakin besar, dan itu artinya cita-cita menjadi dosen semakin dekat. Pengajar Muda juga sama seperti anak muda lainnya, yang belum tentu didengarkan omongannya oleh orang tua. Jadi jangan terlalu berekspektasi kehadiran Pengajar Muda akan langsung mengubah kondisi pendidikan di daerah menjadi maju, karena pada akhirnya maju tidaknya pendidikan daerah itu banyak faktornya, dan yang paling besar adalah keinginan maju dari stakeholder Pendidikan (dari pemerintah daerah misalnya).

NOTE: Tulisan ini ditulis berdasarkan pengalaman saya seleksi dan menjadi Pengajar Muda di tahun 2014. Beberapa hal pasti sudah berubah dan mungkin tidak relevan lagi dengan informasi yang ada di tulisan ini.