Biaya Hidup di Hungaria

Budapest di malam hari

UPDATE PENTING: Tulisan ini dibuat pada tahun 2020, saat kondisi ekonomi masih normal. Dengan kondisi pandemi yang membaik dan perang, beberapa angka yang tertulis dalam tulisan ini sudah tidak relevan lagi. Tulisan yang lebih update bisa diakses di sini 

Selain komponen pendanaan, biasanya informasi yang paling ditanyakan calon pendaftar beasiswa Hungaria adalah berapa biaya hidup rata-rata per bulan di Hungaria? Apakah uang beasiswa yang diterima cukup untuk biaya hidup di sana? Apakah memungkinkan untuk kerja part time sambal kuliah? Tulisan ini mencoba memberikan gambaran atas pertanyaan tersebut.

Biaya hidup di Hungaria sebenarnya jauh lebih murah dibanding biaya hidup di negara lain di Eropa. Biaya hidup ini juga tergantung dari kota dimana kita tinggal. Ada beberapa kota besar yang sering dijadikan tujuan studi mahasiswa, misalnya Budapest, Pesc, Szeged, Debrecen, Miskolc, Gyor, dan Sopron. Tiap kota tentu berbeda-beda, dan yang paling mahal tentu saja di Budapest. Nah berhubung saya tinggalnya di Budapest, jadi tulisan ini akan menjelaskan biaya hidup standar di Kota Budapest. Untuk kota lain tentu lebih murah, terutama untuk hal akomodasi. Supaya lebih memudahkan membayangkan, nilai mata uangnya saya berikan dalam Rupiah.

Makanan

Untuk makanan, saya coba list harga rata-rata makanan yang sering saya beli

Beras: Rp. 17.000/kgAyam paha: Rp. 33.000/kgMinyak goreng: Rp. 28.000/liter
Pasta: Rp. 32.000/kgDaging sapi: Rp. 97.000/kgMie instan: Rp. 4.500/biji
Susu: Rp. 10.000/literKentang: Rp. 9.000/kgIndomie goreng: Rp. 10.000/biji
Roti tawar: Rp. 12.000Bawang Bombay: 9.500/kgSamyang: Rp. 20.000/biji
Telur: Rp. 50.000/30 bijiBawang putih: Rp. 77.000/kgPotato chip: Rp. 150.000/kg
Nugget: Rp. 38.000/500 grApel: Rp. 25.000/kg Gula: Rp. 12.000/kg
Ayam dada: Rp. 50.000/kgJeruk: Rp. 21.000/kg Garam: Rp. 14.000/kg
Ayam sayap: Rp. 29.000/kgSayur beku: Rp. 38.000/kg Kopi hitam: Rp. 40.000/250 gr
Harga makanan di Budapest

Untuk makanan mentah sendiri harganya tidak terlalu berbeda jauh dengan di Indonesia sebenarnya. Hanya saja, kalau makanan beli di luar harganya jauh lebih mahal. Sebagai gambaran, untuk makan di kafe atau kinai (masakan china) rata-rata habis sekitar Rp. 50.000. Untuk ngopi di kafe sekitar Rp. 25.000, tapi kalau ngopi di vending machine rata-rata sekitar Rp. 10.000. Untuk harga makanan pokok di kota lain saya rasa tidak jauh berbeda dengan di Budapest, hanya kalau untuk makan di kafe mungkin sedikit murah.

Bagi saya sendiri, karena sangat jarang makan di luar dan lebih sering masak sendiri, makanya pengeluaran untuk makan tidak terlalu banyak. Jika dirata-rata sebulan hanya habis Rp. 800.000 untuk membeli kebutuhan makanan. Kalaupun mau makan yang agak mewah, tidak lebih dari 1 juta lah untuk kebutuhan makan.

Akomodasi

Ini yang paling membedakan Budapest dengan kota besar lainnya. Akomodasi di Budapest jauh lebih mahal. Kalau tinggal di dormitory, bagi penerima beasiswa sih gratis. Tapi kalau mau tinggal di luar dormitory, ada beberapa opsi. Kalau mau sewa flat private (misal karena ingin bawa keluarga), sewa per bulan rata-rata 5,5 juta/bulan, itu belum termasuk bill listrik dan gas. Kalau ditotal ya rata-rata 6,6/bulan juta lah untuk sewa flat yang bisa ditinggali keluarga kecil (anak satu). Ini yang bikin shock, di Malang harga segitu sudah sewa setahun tuh. Inipun sebenarnya harga pandemic, karena lagi sepi harga sewa flat agak turun. Kalau harga normal katanya bisa sampai 7-8jt/bulan. kalau mau sewa kamar saja, pengeluaran total sekitar 4 juta/bulan.

Sebagai informasi, sebagai penerima beasiswa, kalau kita memutuskan tinggal di luar dormitory, Stipendium Hungaricum memberikan subsidi akomodasi sebesar 1,9 juta/bulan. Jadi bisa dihitung sendiri, berapa uang yang harus ditambahkan agar cukup untuk tinggal di luar dormitory. Ini lah yang sering menjadi penghalang mahasiswa untuk membawa keluarganya ikut mendampingi kuliah di Hungaria. Kalau harus tinggal di luar dormitory, harganya mahal sekali dan uang beasiswa saja tidak akan cukup.

Transportasi

Untuk pelajar, kita bisa beli tiket transportasi bulanan seharga Rp. 170.000. Tiket ini bisa digunakan untuk moda transportasi apapun, baik dengan metro, bus, tram, trolley bus, atau kereta selama masih di wilayah Budapest. Kalau bukan student, harganya tiket bulanannya jauh lebih mahal, yaitu Rp 450.000 sebulan.

Pulsa

Untuk pulsa saya sih jarang beli paket yang banyak, karena sudah ada wifi di dormitory. Saya biasanya membeli paket yang 500MB seharga Rp. 37.000/bulan, atau kalau dirasa akan banyak keluar-keluar, saya paketkan yang 1GB seharga Rp. 55.000/bulan. Tapi tenang, di luar di tempat umum juga banyak wifi gratis kok. Masih sangat terjangkau lah

Nah itu tadi hitungan kasar pengeluaran per bulan untuk tinggal di Budapest. Berdasarkan pengalaman saya selama empat bulan ini, pengeluaran total saya sendiri jika tinggal di dormitory rata-rata 1,8 juta/bulan. Tapi itu karena saya tinggal di dorm ya, jadi tidak mikir biaya akomodasi. Kalau tinggal di flat sendiri bersama keluarga, ya bisa dibayangkan saja, kalau realistis rata-rata pengeluaran total jika tinggal di flat sekitar 10 juta/bulan.

Apakah uang beasiswa dari Stipendium Hungaricum cukup?

Cukup, tapi tergantung biaya hidupmu. Pengeluaran per-bulan saya selama tinggal di dormitory ini hanya 1,8 juga, sementara uang beasiswa yang saya terima 6,7 juta. Jadi masih ada sisa 5 juta untuk ditabung. Tapi tabungan ini akan banyak terkuras kalau mau mengajak keluarga, karena harus beli tiket pesawat dan pindah ke flat sendiri. Bagi yang master pun kalau tinggal di dormitory masih cukup, mereka menerima uang beasiswa 2 juta. Dengan asumsi gaya hidupnya sama dengan saya, mereka juga masih bisa menabung 300 ribu. Tapi balik lagi tergantung gaya hidup dan ada kejadian tidak terduga ga.

Masalahnya, kapasitas dormitory biasanya terbatas, dan kampus akan memprioritaskan mahasiswa baru yang boleh tinggal di dormitory. Jadi kalau pahit-pahitnya kita ga dapat kuota dormitory dan harus cabut, ya harus pikir otak supaya biaya akomodasinya cukup. Tapi di luar sana ada juga kok dormitory miliki swasta yang harganya juga hanya sekitar 2,5 juta sebulan. Jadi masih cukup lah.

Nah bagi mahasiswa yang mau membawa keluarga bagaimana? Sayangnya keluarga tidak ditanggung oleh Stipendium Hungaricum, jadi harus pandai-pandai mengatur uang. Bagi mahasiswa master, dengan berat hati saya mengatakan mustahil untuk bisa membawa keluarga. Kecuali kalian punya pekerjaan sampingan yang gajinya di atas 10 juta. Bagi mahasiswa PhD sebenarnya masih mungkin, tapi dengan syarat, kalian punya pemasukan lain selain dari uang beasiswa kalau mau aman. Kalau hanya mengandalkan uang beasiswa rasanya tidak akan cukup. Uang beasiswa total yang diterima (plus subsidi akomodasi) itu sekitar 8,5 juta/bulan, sementara pengeluaran total kalau mau realistis ya sekitar 10 juta/bulan untuk konsumsi, akomodasi, transportasi, pulsa, asuransi, dll. Makanya mahasiswa PhD yang mengajak keluarga, biasanya punya pekerjaan di Indonesia (kebanyakan dosen), dan mereka masih menerima gaji karena statusnya tugas belajar. Dengan begitu mereka bisa mencukupi kebutuhan hidup tinggal di Hungaria Bersama keluarga. Tapi untuk tahun ke 3 dan 4 (kalau lulus complex exam), uang beasiswa untuk PhD naik kok, totalnya jadi 10,5 juta/bulan.

Jadi kalau dibilang beasiswa ini minimalis, ya ada benarnya tapi juga tidak selalu benar. Tapi bagi saya beasiswa ini cukup lah, toh tujuan saya ke sini bukan mencari uang, tapi mencari ilmu dan gelar PhD. Bagi teman-teman yang mau menambah pengalaman dan pemasukan juga bisa kerja part time di sini. Bayarannya juga lumayan, bisa lah dapat 2 juta /bulan. Tapi ya harus pinter bagi waktu dan tenaga karena kuliah saja sudah capek. Masalahnya orang Hungaria tidak semua bisa berbahasa Inggris, jadi akan jadi tantangan juga sih kerja part time di sini kalau masih belum bisa bahasa Hungaria dasar.  

Simak juga penjelasannya di Youtube saya di https://www.youtube.com/watch?v=Lwp3g2PLpC8

Sistem Perkuliahan di Hungaria

Gedung rektorat ELTE

Universitas di Hungaria sudah mengikuti sistem Bologna Process, di mana universitas di Hungaria bisa memberikan gelar Bachelor, Master dan Phd dan bisa ditransfer atau dipakai untuk melanjutkan pendidikan di negara Uni Eropa lainnya. Tulisan ini akan memberikan gambaran sistem perkuliahan di Hungaria dan perbedaanya dengan di Indonesia. Dikarenakan saya saat ini menempuh Pendidikan S3 di Hungaria, jadi saya akan memberi proporsi lebih untuk informasi sistem kuliah S3 di Hungaria.

Sistem perkuliahan di Hungaria secara garis besar tidak berbeda jauh dengan di Indonesia, baik pada level S1, S2, maupun S3. Level S1 (Bachelor) umumnya ditempuh dalam waktu tiga tahun di Hungaria. Sistem perkuliahan juga sama, ada teori, ada praktikum, dan ada skripsi. Skripsi di Hungaria disebut thesis (portfolio), jadi semacam kumpulan research practice dan salah satunya harus dibuat full research yang bentuk akhirnya seperti naskah publikasi dengan maksimal 8000 kata (tidak lebih dari 25 halaman). Bedanya, di Hungaria skripsi tidak nampak seperti dewa atau karya monumental, biasa saja, apalagi tidak ada dorongan untuk sampai mempublikasikan hasilnya. Portfolio ini lebih untuk melihat kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan teori dan metodologi yang sudah diperoleh sebelumnya, selain daya kritis dan sistematika berpikir tentunya. Jadi tidak perlu sampai bertahun-tahun hanya untuk menyelesaikan portfolio ini, sama seperti tugas kuliah biasa saja.

Untuk level S2 (master) secara garis besar juga tidak berbeda jauh dengan di Indonesia, biasanya ditempuh dalam waktu dua tahun. Sistem perkuliahan sama, ada teori, praktikum, dan tesis. Untuk cara belajarnya mungkin sedikit berbeda. Di Hungaria pembelajaran lebih interaktif dan tugas lebih banyak diberikan dalam bentuk tugas individu. Mungkin karena mahasiswanya sedikit juga kali ya, jadi dosennya juga hapal satu per satu mahasiswanya. Hanya saja menurut beberapa teman, kuliah master di Hungaria jauh lebih padat dibanding di Indonesia. Jika di Indonesia dalam satu semester mungkin hanya mengambil 6 mata kuliah, di Hungaria dalam satu semester bisa mengambil setidaknya 10 mata kuliah. Untuk tesis secara garis besar juga sama dengan di Indonesia, hanya saja tesis di Hungaria biasanya sudah ditentukan topiknya. Jadi tiap awal semester diumumkan topik yang dibuka beserta supervisornya, kemudian mahasiswa mendaftar sesuai dengan minatnya masing-masing.

Untuk level S3 (PhD) biasanya diselesaikan dalam waktu empat tahun. Tahun pertama dan kedua didominasi dengan kegiatan perkuliahan di kelas. Setidaknya dalam dua tahun pertama, mahasiswa sudah harus menyelesaikan 84 kredit atau setara 12 mata kuliah. Mata kuliah yang diambil ditentukan berdasarkan modul yang harus diselesaikan, dan modul ini sudah ditentukan saat kita diterima. Jadi dalam Letter of Acceptance (LoA) sudah ditulis topik riset kita, supervisor kita, dan modul yang harus diselesaikan. Selain perkuliahan, di dua tahun pertama mahasiswa juga harus melakukan penelitian dan mengajar. Kegiatan penelitian bisa berupa melalukan preliminary study riset kita, kajian literatur, mengikuti konferensi ilmiah, atau menulis artikel ilmiah. Sementara kegiatan mengajar sifatnya tidak wajib, boleh diganti dengan kegiatan penelitian. Tapi biasanya program akan meminta kita, terutama untuk mengajar di kelas internasional pada level bachelor atau master. Total kredit keduanya minimal adalah 36 kredit untuk dua tahun pertama. Untuk besaran kredit penelitian dan mengajar ini biasanya disepakati dengan supervisor dan coordinator program tempat kita mengajar, sesuai dengan beban kerja kegiatan yang dilakukan.

Di akhir tahun kedua, mahasiswa setidaknya sudah harus memiliki 120 kredit untuk bisa mendaftar complex exam. Complex exam ini adalah checkpoint yang menentukan apakah kita berhak lanjut ke fase kedua studi doktoral kita. Jika lulus, kita baru bisa dikatan PhD candidate, tapi jika tidak lulus, sorry to say, kita harus mengakhiri perjalanan PhD kita. Complex exam ini terdiri atas dua komponen, ujian teori atas mata kuliah yang sudah kita pelajari dan ujian atas rencana riset yang akan kita kerjakan. Ujian teori mata kuliah bersifat lisan, dan mata kuliah yang diujikan ditentukan oleh dewan penguji. Jika tidak lulus ujian mata teori ini, mahasiswa boleh mengulang satu kali lagi. Sementara ujian riset berkaitan dengan seberapa paham riset yang akan dikerjakan dan visibilitas untuk diselesaikan. Biasanya mahasiswa sudah memiliki hasil preliminary study akan topik risetnya saat ujian ini, karena memang di dua tahun awal mereka juga sudah mulai mengerjakan risetnya. Kalau tidak lulus ujian riset ini, perjalanan PhD kita berakhir.

Jadi fase pertama, yakni tahun 1 dan 2 ini sangat menentukan perjalanan PhD kita. Di dua tahun awal ini mahasiswa tidak hanya dituntut menyelesaikan mata kuliah dengan baik, tapi juga sudah harus mulai mengerjakan risetnya. Tentu akan menjadi nilai plus jika selama dua tahun awal ini sudah ada publikasi yang dihasilkan. Di fase kedua, mahasiswa fokus untuk menyelesaikan risetnya. Jika dilihat bebannya, seperti di fase kedua ini nampaknya lebih selo ya, tapi sebenarnya tidak juga. Di Hungaria, rata-rata kampus menetapkan bahwa untuk bisa ujian disertasi, mahasiswa sudah harus memiliki publikasi di jurnal bereputasi. Standarnya berbeda-beda, kalau di kampus saya minimal tiga artikel dan dua diantaranya harus artikel empiris (bukan kajian literatur). Artikel yang dipublikasikan ini harus dikutip dalam disertasi kita. Ini yang kadang menyulitkan karena untuk publikasi di jurnal bereputasi itu prosesnya panjang sekali.

Jadi itulah sekilas mengenai sistem perkuliahan di Hungaria. Untuk level S3 sistem perkuliahan lebih mirip dengan di Indonesia dibanding dengan negara Eropa lainnya yang mayoritas sudah full riset. Untuk sistem di level S1 dan S2 pun tidak berbeda jauh. Namun demikian kultur akademik di Hungaria lebih kuat dan jelas berbeda dengan di Indonesia. Di Hungaria kelas lebih aktif, kasual, menuntut daya kritis dan kedudukan dosen-mahasiswa lebih setara. Jadi, meskipun tidak sepopuler di Amerika, Inggris, atau Belanda; kuliah di Hungaria tetap menjadi opsi yang baik untuk merasakan iklim akademis di Eropa. Pengalaman saya mendaftar beasiswa dari pemerintah Hungaria, mulai dari mencari supervisor, seleksi universitas, sampai mengurus visa bisa disimak di sini (Part 1, Part 2, Part 3).