Kehidupan di Asrama (Dormitory) Kampus Luar Negeri

Kondisi kamar di dormitory

Semester pertama ini saya memutuskan untuk tinggal di asrama kampus. Tidak mudah sebetulnya bagi anak introvert seperti saya ini tinggal di dormitory (asrama) kampus. Ruang privasi saya menjadi semakin sempit dan harus banyak berinteraksi dengan orang lain dengan bahasa yang berbeda dari bahasa kita sehari-hari. Tapi setidaknya ini adalah pilihan paling realistis yang bisa saya ambil, setidaknya untuk semester pertama ini. Tulisan ini akan menceritakan kehidupan di dormitory serta kelebihan dan kekurangannya.

Sisi Positif Tinggal di Dormitory

Kemudahan administrasi

Alasan utama mengapa tinggal di dormitory itu lebih menguntungkan bagi mahasiswa semester pertama adalah untuk kemudahan administrasi. Jadi kondisinya seperti ini, saat apply visa, kita sudah harus tahu dimana kita akan tinggal di luar negeri dan melampirkan buktinya. Saat sudah tiba di Hungaria, kita juga harus mengurus residence permit (ijin tinggal) yang salah satu syaratnya adalah kontrak dengan penyedia tempat tinggal kita. Pilihan dormitory menjadi pilihan paling praktis karena dari kampus dan pengelola dormitory sudah menyiapkan semua itu. Mereka sudah terbiasa menangani urusan administrasi yang berhubungan mahasiswa luar negeri.

Lebih hemat

Alasan lainnya adalah karena tinggal di dormitory ini lebih hemat. Bagi penerima beasiswa Stipendium Hungaricum seperti saya, tinggal di dormitory kampus itu gratis, sementara kalau memustukan tinggal di luar dormitory kita hanya akan menerima bantuan 40.000 Forint/bulan. Padahal harga sewa kamar rata-rata 70.000 Forint/bulan, itu juga belum termasuk pengeluaran lainnya seperti gas, listrik, dll. Tentu memilih tinggal di dormitory adalah pilihan paling realistis karena tabungan sudah banyak terkuras untuk beli tiket pesawat, dll. Selain itu kit aga perlu memikirkan pengeluaran lain seperti listrik, penghangat ruangan, dll karena semuanya sudah ditanggung oleh pengelola dormitory. Berutungnya lagi saya tinggal sekamar bersama dua orang yang dari Indonesia juga, jadi bisa berbagi dalam belanja makanan .

Menambah jejaring dan wawasan internasional

Kelebihan lainnya dari tinggal di dormitory adalah kita bisa menambah jejaring pertemanan kita dari seluruh penjuru dunia. Orang yang tinggal di dormitory itu tidak hanya dari Sabang sampai Merauke, tapi dari Sabang sampai balik ke Sabang lagi setelah mengelilingi dunia. Ada dari Asia, Afrika, Eropa, Amerika, semua ada, jadi buanyaak banget. Kita bisa mengenal orang dari seluruh dunia beserta kebiasaannya. Tinggal di dormitory tentu bisa menambah wawasan kita serta memperluas perspektif kita tentang dunia. Sesuatu hal yang mungkin selama ini hanya kita bayangkan terjadi di belahan lain dunia, bisa kita konfirmasi langsung kepada aktornya. Misalnya nih, selama ini kita mendengar negara Timur Tengah banyak berkonflik, kita bisa tanya langsung apa yang terjadi sebenarnya dari perspektif mahasiswa Timur Tengah yang sedang tinggal di dormitory ini. Kita juga bisa mencicipi makanan khas negara lain karena biasanya mereka tetap memasak makanan khas negara masing-masing. Jika tertarik belajar bahasa asing, tinggal di dormitory juga nenawarkan kemududahan untuk melatih ketrampilan berbahasa asing yang kita minati.


Kondisi dapur di dormitory

Sisi Negatif Tinggal di Dormitory

Privasi berkurang

Namun di balik kelebihan tinggal di dormitory di atas, ada kekurangan tinggal di dormitory, terutama bagi mereka yang membutuhkan personal space lebih. Tinggal di dormitory artinya harus siap tinggal dengan rekan satu kamar yang kita tidak tahu kebiasaannya seperti apa. Misal nih, pas udah capek mau tidur, eh teman sekamar masih belajar, jadi lampunya harus dinyalakan. Atau pas udah konsentrasi mau belajar, eh teman sekamar ngajakin masak. Atau seperti saya, cuma butuh sendiri aja susahnya minta ampun. Paling bisa bener-bener sendiri kalau pas lagi pup, itupun kalau bilik sebelah kosong atau baunya pup nya bisa ditoleransi. Kalau pas apes, baunya menyengat, ya terpaksa harus mengakhiri kesendirian lebih dini. Apapun yang kita lakukan juga akan diketahui teman sekamar, jadi agak gimana gitu. Misal lagi kangen istri/pacar di Indonesia, trus mau telpon mesra-mesra gitu kan jadi agak gimana kalau ada temen sekamar yang ikut mendengarkan.

Harus rela antri dan berbagi

Tinggal di dormitory artinya juga harus rela berbagi dalam hal apapun. Misalnya mau masak, karena kompor hanya ada dua dan dipakai oleh lebih dari 20 orang, jadi ya kita harus sabar antri hanya buat masak. Atau udah kebelet mau pup, tapi karena toilet hanya ada 2, ya harus sedia banyak batu buat disakuin kalau pas ternyata toiletnya lagi kepakai. Jadi ya harus banyak-banyak stok sabar aja sih. Atau personal belonging kita juga kadang juga harus dibagi, misal sendok piring gelas, bahkan Indomie yang jadi barang langka paling diburu di sini.

Harus toleransi dengan kebiasaan aneh orang lain

Jelas, tinggal sekamar dengan orang asing itu tidak mudah. Ada yang terlalu bersih, ada yang terlalu jorok, ada yang terlalu rapi, ada yang terlalu berantakan, ada yang suka kesunyian, ada yang suka keributan, ada yang suka gelap, ada yang suka terang, ada yang ngoroknya keras, ada yang tidurnya kayak orang mati. Ada yang setel alarm keras sekali jam 4 pagi, padahal kita masih mau bobok. Ada yang masih ngobrol keras sekali di kamar sebelah jam 12 malam, padahal kita udah mau tidur atau lagi fokus belajar. Belum lagi kalau harus ketemu dengan kebiasaan orang dari negara lain. Misal nih ada orang dari negara tertentu (sebut saja India) yang kalau masak baunya seluruh lantai bisa mencium dan durasinya bisa mengalahkan durasi satu episode sinetron. Jadi kalau tahu ybs mau masak, mending jauh-jauh dulu deh, kunci kamar rapat-rapat. Kalau udah terlalu lapar, gunakan kreativitas agar bisa makan masakan yang bisa dimasak dengan microwave.

Terlepas dari kelebihan dan kekurangan itu semua, saya pikir seluruh mahasiswa internasional harus merasakan tinggal di dormitory, setidaknya statu semester saja. Sungguh, tinggal di dormitory kampus dengan segala atmosfer keragaman internasionalnya menjadi pengalaman yang sangat berharga. Tinggal di dormitory bisa mengasah hardskill dan softskill kita sebagai pelajar internasional. Setidak-enaknya tinggal di dormitory, setidaknya kan bisa jadi cerita yang enak buat diceritakan nanti. Ya, yang tidak enak dialami memang selalu enak buat diceritakan setelahnya.


Mahasiswa PhD di ELTE, Hungaria. Dosen Psikologi di UMM, Indonesia.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Comments


EmoticonEmoticon