Tampilkan postingan dengan label Indonesia Mengajar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Indonesia Mengajar. Tampilkan semua postingan

Yang Harus Dipastikan Sebelum Memutuskan Menjadi Menjadi Pengajar Muda Indonesia Mengajar


Beberapa orang yang saya temui, terutama mahasiswa, ketika ditanya tentang Indonesia Mengajar yang ada dalam benak mereka adalah “kereeen”. Para sarjana terbaik yang mau pergi jauh ke pelosok negeri untuk mengabdi menjadi guru selama setahun dan melepas peluang emas berkarir dengan gaji yang lebih tinggi, katanya. Tapi apakah benar seperti itu? Berikut saya ceritakan dari perspektif saya sebagai mantan Pengajar Muda.

Pengajar Muda, sebutan bagi guru yang diberangkatkan oleh Indonesia Mengajar ke pelosok negeri, merupakan sebuah pekerjaan. Pengajar Muda bukanlah relawan, meskipun jiwa kerelawanan harus ada pada Pengajar Muda. Ada profesionalitas di dalamnya, ada target yang harus dicapai, ada tugas yang harus diselesaikan, dan ada hak yang akan diperoleh. Jadi kalau menganggap Pengajar Muda itu keren, wajar saja, sama seperti kita menganggap pemadam kebakaran, polisi, tantara, dokter, dan pekerjaan lainnya itu keren. Kalau menganggap Pengajar Muda itu mulia juga wajar, sama seperti kita menganggap guru itu mulia. Jadi hanya karena mereka dari kota dan pergi jauh ke pelosok negeri bukan berarti mereka lebih keren dan lebih mulia dari pekerjaan lainnya. Semua pekerjaan itu memiliki sisi heroiknya masing-masing.

Kalau kata Pak Anies, “Menjadi Pengajar Muda itu bukan pengorbanan, tapi kehormatan”. Faktanya, memang tidak semua Pengajar Muda mengorbankan banyak hal untuk pergi jauh ke pelosok negeri. Tidak semua Pengajar Muda ditempatkan di daerah terpencil yang susah sinyal atau listriknya sering mati. Tidak semua Pengajar Muda itu urusannya hanya mengajar anak SD. Saya misalnya, saya tidak merasa tidak ada yang saya korbankan ketika memutuskan untuk menjadi Pengajar Muda. Saat itu, sesaat sebelum tes kesehatan (tahapan akhir seleksi Pengajar Muda), saya mendapat offering kontrak untuk bekerja di salah satu perusahaan multinasional dengan gaji yang lumayan. Tapi bukan pilihan sulit bagi saya untuk menolak tawaran tersebut, karena saya tahu tujuan jangka panjang saya adalah ingin menjadi dosen, dan menjadi Pengajar Muda lebih mendekatkan saya pada tujuan saya. Saya juga tidak ditempatkan di daerah yang terpencil-terpencil amat, di desa saya masih ada sinyal internet, listrik stabil, ke kota juga hanya berjarak dua jam. Pekerjaan saya juga lebih banyak berkutat dengan relawan dan pejabat Pendidikan di kota daripada mengajar anak SD di desa. Jadi kalau ada Pengajar Muda yang mau diangkat kisahnya ke media, sudah pasti saya tidak terpilih.   

Menjadi Pengajar Muda adalah proyek jangka Panjang bagi dunia pendidikan di Indonesia, namun merupakan proyek jangka pendek bagi Pengajar Muda itu sendiri. Indonesia Mengajar mengirim Penagajar Muda di satu daerah selama lima tahun, dan selama lima tahun itu diharapkan seluruh elemen yang terlibat dalam pendidikan daerah sudah mampu mandiri dan meneruskan pekerjaan pendidikan. Tapi bagi satu individu Pengajar Muda, dia hanya boleh berangkat selama setahun. Mereka tidak akan terlibat selamanya. Menjadi Pengajar Muda itu sebuah proyek jangka pendek, kamu tidak bisa meniti karir sebagai Pengajar Muda. Kamu tidak bisa menghidupi keluargamu dengan menjadi Pengajar Muda. Kamu juga tidak akan bisa tinggal selamanya di daerah tersebut, kecuali kalau kamu menikah dengan warga lokal.

Karena menjadi Pengajar Muda adalah proyek jangka pendek, maka jangan sampai proyek jangka pendek ini hanya berhenti sampai selesai masa penugasan. Pastikan bahwa proyek jangka pendek ini adalah investasi untuk proyek jangka Panjang, dimana pengalaman selama menjadi Pengajar Muda ini memiliki impact bagi masa depan kalian. Citra soeorang Pengajar Muda memang keren, itu cukup membatu kalian untuk personal branding di masa depan. Tapi tentu saja, kita tidak bisa survive hanya dengan citra tersebut, dan belum tentu juga citra ini akan terus positif di masa depan. Skill dan jejaring itu adalah investasi utama yang jauh lebih berharga.

Jadi bagi kalian yang masih tertarik untuk menjadi Pengajar Muda, ada beberapa hal yang harus kalian pastikan di diri kalian sendiri.
1.  Zero expectation. Ini penting banget, jangan berharap banyak hal. Jangan berharap daerah penempatanmu sangat tertinggal dan kamu bisa berkontribusi memajukannya. Jangan berharap kamu akan mendapat gaji besar karena ditempatkan di dearah terpencil. Jangan berharap kamu akan menjumpai anak-anak dan warga desa yang so sweet yang akan menyanjungmu dan merindukanmu ketika kamu pulang. Jangan. Bisa jadi ekspektasimu kelewatan karena hanya melihat iklan selama ini.
2.    Understanding yourself. Pastikan kamu tahu tujuanmu menjadi Pengajar Muda dan apa yang akan kamu lakukan setelahnya. Menjadi Pengajar Muda itu hanya setahun, jadi kamu tidak bisa berkarir di situ. Kamu harus memastikan bahwa menjadi Pengajar Muda mampu memfasilitasi tujuan jangka panjangmu. Jika memang masih belum yakin, setidaknya yakinkan dirimu bahwa ini adalah passionmu dan waktu satu tahun ini cukup bagimu untuk mengenal dirimu sendiri dan apa yang kamu inginkan.
3.   Pastikan semesta mendukung keputusanmu. Meskipun hanya setahun, menjadi Pengajar Muda tetaplah keputusan besar karena kamu akan pergi jauh. Pastikan orang-orang sekitarmu mendukung dan merestuimu. Bicarakan rencanamu pada orang tuamu, sudara, pacar, atau calon istri/suami. Libatkan mereka dalam rencana jangka panjangmu karena pada akhirnya kamu akan kembali kepada mereka nantinya.
4.  It’s not about us, it about them. Sebaik apapun kamu merencakan ini untuk dirimu sendiri, pada akhirnya menjadi Pengajar Muda adalah soal mereka di daerah. Pastikan, “memberi” itu adalah passion kalian. Sebanyak-banyak kamu memberi, sebanyak itu pula yang kamu akan dapatkan. Jadi bekerjalah sepenuh hati, karena apapun yang diberikan dengan hati akan diterima dengan hati.
5.  Kalau niatnya mau berkontribusi bagi dunia pendidikan di daerah, menjadi Pengajar Muda bukan satu-satunya jalan kok. Apapun pekerjaan yang kita pilih, selalu ada jalan untuk berbuat baik. Dengan berkerja di perusahaan besar dan mendapat gaji besar misalnya, kamu bisa menjadi relawan pendidikan dan pergi ke daerah-daerah dengan ikut kegiatan seperti kelas inspirasi atau Ruang Berbagi Ilmu.
Bersama Pak Anies Baswedan saat Orientasi Pasca Penugasan



Perjalanan Menjadi Pengajar Muda Indonesia Mengajar



Cerita ini sudah sangat lama, enam tahun yang lalu, jadi pasti detail ceritanya saya sudah banyak yang lupa. Tapi berhubung sampai sekarang masih banyak yang bertanya tentang tips, tricks, dan pengalaman untuk menjadi Pengajar Muda Indonesia Mengajar, jadi saya coba tuliskan ulang apa yang masih saya ingat.

Kalau ada yang belum tahu tentang Indonesia Mengajar, jadi Indonesia Mengajar (IM) itu adalah gerakan sosial pendidikan yang misinya mengirimkan guru ke daerah-daerah terpencil untuk menjadi agen perubahan. Guru yang dikirim ke daerah tersebut disebut sebagai Pengajar Muda. Mereka adalah lulusan sarjana (katanya terbaik) dari berbagai universitas (biasanya universitas terkenal) yang akan ditempatkan sebagai guru SD di pelosok selama setahun. Meskipun brandingnya seolah-olah mereka datang sebagai pahlawan yang mau mengubah keadaan di daerah, namun kenyataannya tidak sebaik itu kok. Justru satu tahun itulah masa training bagi Pengajar Muda untuk belajar lebih banyak tentang realita kehidupan. Mereka juga datang ke daerah bukan sebagai relawan, tapi mereka bekerja dengan digaji oleh yayasan, ya meskipun tidak sebesar gaji di perusahaan multinasional.

Proses pertama untuk menjadi Pengajar Muda tentu saja adalah seleksi. Saat itu seingat saya ada sekitar 8.000 pendaftar dan yang diterima hanya 52. Seleksi pertama adalah seleksi administrasi. Tapi jangan dianggap remeh, seleksi ini sangat menentukan, terutama dalam menulis esai untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di form aplikasi online. Pertanyaan-pertanyaan itu sama seperti pertanyaan wawancara Behavioral Event Interview (BEI), yang tiap pertanyaannya mengukur satu dimensi kepemimpinan tertentu. Beberapa pertanyaan yang saya ingat: ceritakan tentang kegagalan terbesar kamu! Pertanyaan tersebut mengukur resiliensi kita, seberapa tangguh kita ketika dihadapkan pada situasi yang kurang enak. Asumsinya, jika di masa lalu kamu memiliki resiliensi yang baik, maka jika nanti jadi Pengajar Muda kamu juga akan memiliki resiliensi yang baik. Untuk menjawab satu pertanyaan itu, komponen STAR (Situation, Task, Action, Result) harus terpenuhi. Jadi kita harus bisa menjelaskan situasinya, apa yang kita lakukan dalam mengatasi situasi tersebut, dan bagaimana hasilnya.

Tahap selanjutnya adalah Direct Assessment (DA). Yang lolos DA kalau ga salah sekitar 200-an dari seluruh pendaftar. DA dilaksanakan di beberapa kota, saya ambil di Yogyakarta. Di tahap ini, kita akan diases dengan psikotes, micro teaching, LGD, dan wawancara. Psikotesnya standar, tes kepribadian saja. Micro teaching itu simulasi mengajar yang materinya udah ditentukan, tapi ada kondisi tidak terduga nanti, misal tiba-tiba ada yang kencing di kelas. Muridnya adalah peserta seleksi yang lain, jadi santai saja. Kuncinya hanya have fun dan tetap tenang, jangan emosi. Di sesi LGD kita dikasih kasus, lalu diminta merumuskan solusi atas kasus tersebut dengan diskusi kelompok tanpa pemimpin. Kuncinya, ngomong yang sistematis, logis, dan solutif, jangan kebanyakan dan jangan pasif. Wawancara menurut saya adalah yang paling menentukan. Wawancara ini menggali esai yang sudah kita tulis di tahap seleksi administrasi. Jadi kalau kamu menuliskan hal yang sebenarnya tidak kamu lakukan di esai sebelumnya, maka interviewer akan bisa mengetahuinya. Kuncinya, tenang saja, ceritakan pengalamanmu dengan sistematis dan jujur.

Tahap selanjutnya adalah pengumuman untuk Medical Check Up (MCU). Pengumumannya tidak serentak, jadi ada yang duluan ada yang belakangan. IM memiliki orang-orang prioritas, kalau orang prioritas tidak bersedia melanjutkan, maka orang-orang cadangan akan dipanggil. MCUnya lengkap, semua diperiksa, urin, darah, detak jantung. Setelah hasilnya keluar dan dinyatakan sehat, maka kita akan dikirim surat tawaran kontrak melalui email. Di situ dijelaskan kewajiban dan haknya, dan diminta mengirim balik setelah ditandatangani. Setelah itu tinggal menunggu info selanjutnya untuk trainingnya.

Jaman saya dulu training dilaksanakan selama 8 minggu. Kita dikarantina di wisma Indosat Purwakarta, dekat waduk jatiluhur. Selama training, kita tidurnya di barak, yang satu ruangan isinya bisa 30 orang. HP akan disita dan hanya boleh dikasih hari Minggu. Listrik hanya dibatasi sampai jam 10 malam dan ada beberapa hari dengan menu seadanya, misal hanya nasi dan jengkol. Selama training kita diajarkan materi pedagogi dan kepemimpinan, serta cara bertahan hidup di lingkungan ekstrem. Jadi salah satu komponen pelatihannya adalah survival di gunung selama 3 hari. Acara survival sendiri dipandu oleh Wanadri. Selamat 8 minggu kalian akan didoktrin pada hal-hal positif dan meninggalkan hal-hal negatif. Kalian akan didoktrin pada pencapaian tujuan dibanding menyelesaikan masalah. Intinya 8 minggu ini berkesan banget lah dan pasti ada aja deh yang cinlok.

Setelah pelatihan 8 minggu, kita diberangkatkan ke daerah. Saya mendapat lokasi di Banggai, Sulawesi Tengah. Tempat yang sangat indah, laut dan gunung semuanya ada. Tugas Pengajar Muda sebenarnya tidak hanya menjadi guru SD, tapi juga mengembangkan ekstrakurikuler, advokasi Pendidikan di desa, kecamatan, dan kabupaten, serta menjejaringkan relawan Pendidikan di daerah dengan relawan Pendidikan di pusat. Di masa penempatan inilah realita dimulai, menjadi Pengajar Muda tidak seindah dan seideal ketika kita ada di pelatihan. Apa yang direncanakan 80% tidak bisa dilaksanakan karena keadaan. Tantangan tidak hanya soal geografis, tapi juga tantangan sosial. Meskipun di luar, kamu dibranding seolah-olah seperti pahlawan pendidikan, namun kenyataannya kamu akan merasa kecil karena kontribusimu ternyata tidak seberapa dibanding pahlawan pendidikan lainnya yang kamu temui di daerah. Misalnya, kamu akan bertemu guru honorer yang tetap bekerja dengan penuh dedikasi meskipun digaji hanya 300 ribu per bulan. Tapi kamu juga akan bertemu banyak orang brengsek yang memanfaatkan jabatannya demi keuntungan pribadi. Jadi kalau dibilang, masa training yang sesungguhnya bagi para Pengajar Muda ya masa satu tahun di penempatan ini.

Menjadi Pengajar Muda itu memang kelihatan keren, tapi kenyataannya ya tidak sekeran itu kok. Pengajar Muda tidak melulu lulusan terbaik bangsa yang rela melepas kemapanan hidup di kota untuk menjadi guru di pelosok selama setahun. Pengajar Muda juga bukan orang yang hanya memikirkan kepentingan Pendidikan di daerah tanpa mempedulikan kepentingan dirinya. Saya contohnya, lulusan biasa saja yang menjadi Pengajar Muda sesaat setelah lulus kuliah, jadi tidak ada yang saya korbankan saat itu. Justru saya mendapat banyak, mendapat ilmu dan gaji. Dengan menjadi Pengajar Muda pulalah peluang untuk mendapatan beasiswa S2 semakin besar, dan itu artinya cita-cita menjadi dosen semakin dekat. Pengajar Muda juga sama seperti anak muda lainnya, yang belum tentu didengarkan omongannya oleh orang tua. Jadi jangan terlalu berekspektasi kehadiran Pengajar Muda akan langsung mengubah kondisi pendidikan di daerah menjadi maju, karena pada akhirnya maju tidaknya pendidikan daerah itu banyak faktornya, dan yang paling besar adalah keinginan maju dari stakeholder Pendidikan (dari pemerintah daerah misalnya).

NOTE: Tulisan ini ditulis berdasarkan pengalaman saya seleksi dan menjadi Pengajar Muda di tahun 2014. Beberapa hal pasti sudah berubah dan mungkin tidak relevan lagi dengan informasi yang ada di tulisan ini.